A. Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan
KUHP.
Kehatan dan Pelanggaran
Disebut
dengan rechtsdelicten atau tindak
pidana hukum, yang artinya sifat tercelanya itu tidak semata-mata pada dimuatnya
dalam UU melainkan memang pada dasarnya telah melekat sifat terlarang sebelum
memuatnya dalam rumusan tindak pidana dalam UU. Walaupun sebelum dimuat dala UU
pada kejahatan telah mengandung sifat tercela (melawan hukum), yakni pada
masyarakat, jadi berupa melawan hukum materiil. Sebaliknya, wetsdelicten sifat tercelanya suatu
perbuatan itu terletak pada setelah dimuatnya sebagai demikian dalam UU. Sumber
tercelanya wetsdelicten adalah UU.
Dasar
pembeda itu memiliki titik lemah karna tidak menjamin bahwa seluruh kejahatan
dalam buku II itu bersifat demikian, atau seluruh pelanggaran dalam buku III
mengandung sifat terlarang karena dimuatnya dalam UU. Contoh sebagaimna yang
dikemukakan Hazewinkel Suringa, pasal 489 KUHP (artikel 424 WvS Belanda), pasal
490 KUHP (artikel 425 WvS Belanda) atau pasal 506 KUHP (artikel 432 ayat 3 WvS
Belanda) yang masuk pelanggaran pada dasarnya merupakan sifat tercela dan patut
dipidana sebelum dimuatnya dalam UU. Sebaliknnya, ada kejahatan misalnya pasal
182 KUHP (artikel 154 WvS Belanda), pasal 344 (artikel 293 WvS Belanda) yang
dinilai menjadi serius dan mempunyai sifat terlarang setelah dimuat dalam UU
(Andi Hamzah, 1991;76).
Contoh-contohnya:
a.
Kejahatan (buku II): penghinaan, kejahatan
terhadap nyawa, penganiayaan, pencurian dll.
b.
Pelanggaran (buku III): pelanggaran jabatan,
pelanggaran pelayaran, pelanggaran kesusilaan, pelanggaran ketertiban umum dll.
Berikut beberapa
perbedaan antara buku II dan buku III.
No.
|
Perbedaan
|
Kejahatan
|
Pelanggaran
|
1
|
Percobaan
|
Dipidana
|
Tidak
dipidana
|
2
|
Membantu
|
Dipidana
|
Tidak
dipidana
|
3
|
Daluwarsa
|
Lebih
Panjang
|
Lebih
Pendek
|
4
|
Delik
Aduan
|
Ada
|
Tidak Ada
|
B. Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan
perumusannya.
Delik Formil dan Delik Materiil
Tindak
pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga
memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu
perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan dan atau
tidak memerlukan timbulnya suatau akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat
penyelesaian tindak pidana, melaiinkan semata-mata pada perbuatannya. Misalnya
pada pencurian (pasal 362 KUHP) untuk selesainya pencurian digantungkan pada
selesainya perbuatan mengambil.
Sebaliknya
dalam perumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan
akibat yang dilarang. Oleh karna itu, siapa yang menimbulkan akibat yang
dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana. Tentang bagaimana
wujud perbuatan yang menimbulkan akibat terlarang tu tidaklah penting. Misalnya
pada pembunuhan (pasal 338 KUHP) inti larangan adalah pada menimbulkan kematian
oang, dan bukan dari wujud menembak, membacaok atau memukul. Untuk selesainya
tindak pidana digantungkan pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya
suatu perbuatan.
Begitu juga
dengan selesainya tindak pidana mateeriil, tidak tergantung sejauh mana wujud
perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya digantung kan pada syarat timbulnya
akibat terlarangtersebut. Misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam
hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu
belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi
hanyalah percobaan pembunuhan.
Contoh-contohnya:
a.
Delik formil: pencurian (362)
b.
Delik materiil: kejahatan terhadap nyawa (338)
C. Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan
kesalahan.
Delik Sengaja dan Delik Kelalaian
Tindak
pidana sengaja (doleus delicten)
adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau
ada unsur kesengajaan. Sementara itu tindak pidana culpa (culpose delicten) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya
mengandung unsur kealpaan.
Dalam suatu
rumusan tindak pidana tertentu adakalanya kesengajaan dan kealpaan dirumuskan
secara bersama (ganda), maksudnya ialah dapat berwujud tindak pidana
kesengajaan dan kealpaan sebagai alternatifnya. Misalnya unsur “yang diketahui”
atau “sepatutnya harus diduga”. Dilihat dari unsur kesalahannya disini, ada dua
tindak pidana, yaitu tindak pidana sengaja dan kealpaan, yang wancaman
pidananya sama atau kedua tindak pidana ini dinilai sama beratnya. Membentuk
tindak pidana kesengajaan yang disama beratkan dengan tindak pidana kealpaan
merupakan perkecualian dari ketentua umum bahwa kesalahan pada kesengajaan itu
lebih berat dari kesalahan dalam bentuk culpa,
sebagaimana dapat dilihat pada kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan
sengaja diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun (338) bahkan dengan
pidana mati atau seumur hidup atau sementara maksimum 20 tahun (340) jika
dibandingkan yang dilakukan karena culpa
seperti pada pasal 351 (3) dengan pidana penjara maksimum 7 tahun.
Tindak
pidana culpa adalah tindak pidana
yang unsur kesalahannya berupa kelalaian, kurang hati-hati, dan tidak karena
kesengajaan.
Contoh-contohnya:
a.
Delik kesengajaan: 362 (maksud), 338 (sengaja),
480 (yang diketahui) dll
b.
Delik culpa:
334 (karena kealpaannya), 359 (karna kesalahannya).
c.
Gabungan (ganda): 418, 480 dll
D.
Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan cara
melakukannya.
Delik Commisionis dan Delik Omisionis
Tindak
pidana aktif (delicta commisionis) adalah tindak pidana yang perbuatannya
berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif (disebut perbuatan materiil)
adalah perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan adanya gerakan dari anggota
tubuh orang yang berbuat. Dengan berbuat aktif, orang melanggar larangan,
perbuatan aktif ini terdapat baik tindak pidana yang dirumuskan secara formil
maupun materiil. Sebagian besar tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP adalah
tindak pidana aktif.
Berbeda
dengan tindak pidana pasiff, dalam tindak pidana pasif, ada suatu kondisi dan
atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk
berbuat tertentu, yang apabila tidak dilakukan (aktif) perbuatan itu, ia telah
melanggara kewajiban hukumnya tadi. Di sini ia telah melakukan tindak pidana
pasif. Tindak pidana ini dapat disebut juga tindak pidana pengabaian suatau
kewajiban hukum.
Tindak pidana
pidana pasif ada dua macam, yaitu tindak pidana pasif murni dan tidak murni
disebut dengan (delicta commisionis per
omissionem).
Tindak
pidana pasif murni adalah tindak pidana pasif yang dirumuskan secara formil
atau tindak pidana yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah
berupa perbuatan pasif.
Tindak
pidana pasif yang tidak murni adalah yang pada dasarnya berupa tindak pidana
positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, atau tindak
pidana yang mengandung suatau akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan atau
tidak berbuat/atau mengabaikan sehingga akibat itu benar-benar timbul. Misalnya
pada pembunuhan 338 (sebenarnya tindak pidana aktif), tetapi jika akibat
matinya itu di sebabkan karna seseorang tidak berbuat sesuai kewajiban hukumnya
harus ia perbuat dan karenanya menimbulkan kematian, disini ada tindak pidana
pasif yang tidak murni. Misalnya seorang ibu tidak mnyusui anaknya agar mati,
peruatan ini melanggar pasal 338 dengan seccara perbuatan pasif.
Contoh-contohnya:
a.
Delik commisionis: 338, 351, 353, 362 dll.
b.
Delik omisionis:
·
Pasif murni: 224, 304, 522.
·
Pasif tidak murni: 338 (pada ibu menyusui)
E.
Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan jangka
watu terjdinya.
Delik Terjadi Seketika dan Delik Berlangsung Terus
Tindak
pidana yang terjadi dalam waktu yang seketika disebut juga dengan aflopende delicten. Misalnya pencurian
(362), jika perbuatan mengambilnya selesai, tindak pidana itu menjadi selesai
secara sempurna.
Sebaliknya,
tindak pidana yang terjadinya berlangsung lama disebut juga dengan voortderende delicten. Seperti pasal
333, perampasan kemerdekaan itu berlangsung lama, bahkan sangat lama, dan akan
terhenti setelah korban dibebaskan/terbebaskan.
Contoh-contohnya:
a.
Delik terjadi seketika: 362,338 dll.
b.
Delik berlangsung terus: 329, 330, 331, 334 dll.
F.
Jenis-jenis tindak pidana berdasarkan sumbernya.
Delik Umum dan Delik Khusus
Tindak
pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KHUP sebagai
kodifikasi hukum ppdn materiil. Sementara itu tindak pidana khusus adalah semua
tindak pidana yang terdapat dalam kodifikasi tersebut.
Walaupun
atelah ada kodifikasi (KUHP), tetapi adanya tindak pidana diluar KHUP merupakan
suatu keharusan yang tidak dapat dihindari. Perbuatan-perbuatan tertentu yang
dinilai merugikan masyarakat dan patut diancam dengan pidana itu terus
berkembang, sesuai dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan,
yang tidak cukup efektif dengan hanya menambahkannya pada kodifikasi (KUHP).
Tindak
pidana diluar KUHP tersebar didalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
ada. Peraturan perundang-undangan itu berupa peraturan perundang-undangan
pidana.
Contoh-contohnya:
A.
Delik umum: KUHP.
B.
Delik khusus: UU No. 31 th 1999 tentang tindak
pidana korupsi, UU No. 5 th 1997 tentang psikotropika, dll.
G.
Jenis-jenis tindak pidana dilihat dari sudut
sabjek hukumnya.
Delik Communia dan delik propria
Jika dilihat
dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu dapat dibedakan antara tindak
pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang (delictacommunia ) dan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh
orang yang berkualitas tertentu (delicta
propria).
Pada
umumnya, itu dibentuk untuk berlaku kepada semua orang. Akan tetapi, ada
perbuatan-perbuatan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang
berkualitas tertentu saja.
Contoh-contohnya:
a.
Delik communia: pembunuhan (338), penganiayaan
(351, dll.
b.
Delik propria: pegawai negri (pada kejahatan
jabatan), nakhoda (pada kejahatan pelayaran) dll.
H.
Jenis-jenis tindak pidana dalam perlu tidaknya
aduan dalam penuntutan.
Delik Biasa dan Delik Aduan
Tindak
pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana
tidak disyaratkan adanya aduan dari yang berhak. Sedangkan delik aduan adalah
tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.
Contoh-contohnya:
a.
Delik biasa: pembunuhan (338) dll.
b.
Delik aduan: pencemaran (310), fitnah (311),
dll.
0 komentar:
Posting Komentar